Kasus kekerasan seksual semakin marak di tengah masyarakat dan memiliki dampak yang mendalam, baik bagi individu maupun secara sosial. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), tercatat sebanyak 29.883 kasus kekerasan di Indonesia terjadi sepanjang tahun 2023. Dari jumlah tersebut, 13.156 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual, menjadikannya jenis kekerasan yang paling banyak terjadi. Kekerasan seksual juga sering terjadi di kalangan mahasiswa. Berdasarkan data Kemen PPPA per April 2024, terdapat 2.681 kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es, di mana jumlah kasus yang terungkap dan dilaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang sebenarnya terjadi. Banyak korban kekerasan seksual menghadapi berbagai hambatan, seperti ancaman, stigma, dan ketergantungan sosial, emosional, maupun ekonomi, yang membuat mereka enggan melaporkan kejadian tersebut.
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan mandat adanya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di Perguruan Tinggi. Harapannya untuk mendorong seluruh kampus negeri dan swasta untuk membentuk satuan tugas (satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Satgas PPKS merupakan garda depan perwujudan kampus merdeka dari kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. Satgas PPKS merupakan orang-orang terpilih. Hal itu lantaran tanggung jawab Satgas PPKS sangat besar mencakup pencegahan dan penanganan yang akuntabel secara hukum dan berpihak pada korban.
Melalui Yayasan BaKTI dan YLP2EM sebagai Mitra dalam Program INKLUSI melakukan intervensi untuk peningkatan kesetaraan gender dan inklusi sosial demi terciptanya masyarakat yang toleran dan Inklusi, melakukan audiensi dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Parepare (UM Parepare), untuk membentuk dan melakukan penguatan terhadap Satgas PPKS, Senin 12 Agustus 2024 di Kantor Rektor Universitas Muhammadiyah Parepare.
Hal itu disambut baik oleh Bapak Prof. Dr. H. Jamaluddin Ahmad, S.Sos, M.Si -Rektor UM Parepare, menurutnya “ada 3 dosa besar dalam dunia pendidikan yakni Kekerasan Seksual, Perundungan dan Intoleransi, hal ini harus kita atasi dengan adanya Satgas PPKS yang merupakan mandat sesuai aturan Permendikbudeistek”.
Hal ini senada yang disampaikan Ibrahim Fattah – Direktur YLP2EM “melalui Program INKLUSI akan melakukan kolaborasi dalam penguatan Satuan tugas PPKS di UM Parepare dengan adanya satgas ini mahasiswa dan civitas akademik bisa menjadikan garda terdepan jika mengalami tindak kekerasan seksual”.
UM Parepare telah membentuk Satgas PPKS pada 23 April 2024, melalui Keputusan Rektor Nomor: 424/KEP/II.3.AU/D/2024 tentang Pengangkatan Dan Penetapan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Muhammadiyah Parepare Tahun 2024-2026.
Dengan terbentuknya Satgas ini, Rektor UM Parepare mengharapkan “melalui YLP2EM-Program INKLUSI bisa memberikan penguatan dalam penangan kasus tindak kekerasan seksual”, agar kasus yang terjadi di lingkup kampus bisa tertangani secara baik.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Tim Program INKLUSI (Abd. Samad Syam, Suriyanti.M dan Rahmat). Dalam dialog dan diskusi dengan Rektor yang memimpin dua Universitas sekaligus yakni UM Parepare dan UMS (Universitas Muhammadiyah Sidrap), meminta Program INKLUSI juga melakukan penguatan terhadap Satgas PPKS di UMS walaupun tidak menjadi area intervensi Program Inklusi.
Tim program Inklusi menyampaikan ”Salah satu tugas dari satgas PPKS adalah mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kampus. Caranya melalui sosialisasi, pelatihan, dan kampanye untuk menciptakan budaya dan menambah kesadaran semua insan kampus untuk tidak memaklumi kekerasan seksual. Kekerasan seksual kerap terjadi di lingkungan kampus. Siapa saja yang menjadi korban harus berani melapor ke satgas. Kemudian satgas merespons dengan memberikan dukungan dan perlindungan kepada korban. Tidak hanya itu, juga memastikan pengusutan kasus tersebut sampai tuntas secara adil dan ada penyelesaian. Pasalnya kasus kekerasan seksual seringkali tidak ada penyelesaian yang pasti.
Satgas juga bisa bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait lainnya. Bukan sekadar mengusut kasus dan memberikan perlindungan, satgas PPKS juga bertugas untuk memfasilitasi konsultasi psikologi atau konseling untuk korban kekerasan seksual. Selain itu juga membantu korban untuk mendapatkan akses layanan kesehatan dan bantuan hukum. UM Parepare sangat mendukung kerja kolaborasi ini dan mengharapkan Program INKLUSI dapat melakukan penguatan ke Satgas PPKS yang telah terbentuk ini karena menyadari memberikan layanan bagi perempuan yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan masalah perlindungan khusus tidak hanya sekedar penanganan kasus akan tetapi akan terus memberikan penguatan terhadap korban. Namun, jauh lebih penting edukasi-edukasi pencegahan. Mari kita bersinergi dan berkolaborasi, untuk kepentingan terbaik bagi korban.